Memang Tidak Gampang Jadi Murid Yesus

Bacalah Injil Lukas 14:25-33

“Salib adalah makananku sehari-hari”
(St Josef Freinademetz, Misonaris Sulung Serikat Sabda Allah –SVD-, 15 April 1852 – 28 Januari 1908)

P. Kons Beo, SVD

Yesus: Pribadi Penuh Tantangan dan Menantang

Yesus, Tuhan. Kata-kataNya, sikap dan perbuatanNya, serta seluruh cara hidupNya adalah aura dahsyat yang memanggil para murid. Tampilan Yesus sungguh menggerakkan. Ada kekuatan di balik seluruh peristiwa hidupNya. Dan itu sungguh berpengaruh. Menarik dan menantang para pendengarNya untuk mengikutiNya.

Namun, tetap ada pertanyaan amat mendasar: Apakah semudah itu untuk ‘mendengar, menyimak, dan lalu mengikuti Yesus? Apakah kemuridan bersama dan di dalam Yesus itu adalah satu sikap sederhana ‘begitu saja?’ Tanpa pemahaman? Tiada pertimbangan? Tentu tidaklah demikian.

Risiko Menjadi Murid

Di balik proses kemuridan dan pilihan mengikuti Yesus selalu ada konsekwensi, yakni risiko yang mesti ditanggapi dengan keseluruhan diri. Sebab itulah, menjadi murid Yesus, dan masuk dalam keberserahan iman kepadaNya menuntut kepenuhan syarat-syarat tertentu.

Tetapi, apakah sesungguhnya yang patut kita renungkan dari syarat-syarat itu sebagaimana yang Yesus tandaskan kepada ‘orang-orang yang berduyun-duyun mengikutiNya’ (Luk 14:25)?

Pertama, ‘Lepaskan apa yang jadi andalan keamanan dan kenyamanan pribadi.’ Benarkah Yesus ajarkan para pendengarNya untuk membangun satu ‘panggung kebencian terhadap: bapa-ibu, istri-anak, saudara-saudari, dan bahkan nyawa sendiri’? Dalam arti apakah semuanya dapat dipahami?

Tentu hal ini tidak ditangkap dalam arti ‘permusuhan’ atau bahkan ‘penegasian total’ terhadap segenap kaum keluarga dan terhadap nyawa sendiri. Namun, di balik semuanya, Yesus tandaskan satu citra, level atau kualitas relasi yang memiliki nilai plus.

Mungkinkah kita mesti merenung dan bersikap dalam kerangka ‘bertarung nyawa’ demi iman dan perkara dalam Yesus? Sanggupkah kita lebarkan jarak batin dari ‘imperium atau kerajaan atau zona kenyamanan diri dari para orang kekasih (keluarga)? Demi arah dan perjuangan hidup dalam semangat Yesus?

Yesus tidak ajak siapapun untuk ‘mengutuk atau adakan permusuhan dengan para kekasih hati (keluarga).’ Yang ditantang Yesus adalah soal rasa gelisah, tak nyaman, penuh kekuatiran, yang pada akhirnya membuat para pendengarNya (murid-murid) dipaksa untuk ‘selalu dan terus menerus menoleh ke belakang selama membajak’ (cf Luk 9:62).

Kedua, ‘Salib adalah identitas kemuridan.’ Jalan Yesus adalah ‘jalan salib.’ Hanya melalui jalan salib itulah misteri keselamatan secara penuh dapat dinyatakan. Di balik salib terdapat penyangkalan diri, kesetiaan dan pengorbanan tanpa pamrih.

Terdapat godaan berat saat siapapun ingin ‘melayani’ dan bahkan ‘menyembah dirinya sendiri.’ Tantangan terberat ketika orang jadikan diri sendiri sebagai fokus, inti atau pusat kehidupan (ego-centro). Pengagungan akan diri sendiri terungkap dalam pencitraan diri. Di situlah popularitas manipulatif sungguh menjadi nyata.

“Panggul Salib” adalah narasi spiritual untuk meruntuhkan segala tembok tebal yang ‘menyamankan ego.’ Sebab setiap murid Yesus harus ‘membuka hati seluasnya serta membuka mata selebarnya’ untuk sesama dan dunia yang lebih luas.

Maka di sinilah spirit ‘Panggul Salib” temukan maknanya yang terdalam. Melalui hidup kita yang sederhana, apa adanya, bahkan lemah dan terbatas, namun dalam salib Tuhan, kita pasti sanggup memberi pengartian akan isi dan jalan hidup yang berbuah demi sesama dan dunia.

“Panggul Salib” menjadi juga jalan penuh tantangan. Tantangan bisa datang dari ‘luar luar.’ Sebab kata Yesus, “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku, tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahanNya akan selamat” (Mat 10:22).

Tetapi “Panggul Salib” juga menantang kesanggupan setiap murid untuk bertindak demi hal ‘yang terbaik dan sungguh bernilai.” Dan hal ini menuntut kerelaan, keberserahaan serta ketulusan hati dalam satu pemberian diri. Sebab Salib menantang setiap murid Tuhan untuk ‘melepaskan apa yang menjadi kekuatan hanya demi diri sendiri.’

Ketiga, “Yang disebut murid selalu ada di jalan mengikuti.” Ada yang jelas dan tegas dikatakan Yesus. Tak hanya memangkul salib, tetapi bahwa ada tegasan “mengikuti Aku.” Hal ini selalu berarti bahwa Yesus, Tuhan dan Guru senantiasa jadi pusat kehidupan.

Kita bisa lepaskan apa saja apa yang jadi tanda kenyamanan dan kekuatan bagi diri sendiri. Namun, apakah dengan demikian kita segera menjadi asing dan tanpa pegangan? Tentu saja tidak! Sebab ada Pribadi atau Pesona Baru yang jadi kekuatan seluruh jalan hidup.

Namun, tetap ada syarat paling mendasar yakni: “Mengikuti Yesus.” Sebab itulah, kemuridan dalam semangat baru selalu dalam lintasan identifikasi dengan Yesus, Tuhan. Dalam ziarah hidup ini, tetap selalu ada pertanyaan dan tantangan: apakah yang kita cari? Siapakah yang kita ikuti? Kepada siapakah kita menaruh segala harapan hidup?

Jalan Hidup Tak Mudah Namun Tetap Ada Harapan

Mengikuti Yesus sebenarnya dapat dipadatkan dalam satu keyakinan: “HidupNya adalah hidup kita; perutusanNya adalah perutusan kita.” Tidakkah kita alami badai-badai kehidupan saat yang bukan kita pegang dan ikuti adalah ‘bukanlah Yesus dan segala perkaraNya’? Dan bahwa kita sebatas kuatir dengan apa yang menjadi perkara dan urusan kita?

Betap jalan hidup mengikuti Yesus itu sungguh tak mudah! Tetapi, dalam Yesus sendiri apakah semuanya tetap menjadi mustahil?

Apa disebut Yesus sebagai ‘buat perhitungan anggaran sebelum membangun sebuah menara’ sesungguhnya adalah kekuatan iman yang tangguh! Kita terlalu lemah dan rapuh untuk mengikuti Yesus. Bagaimanapun, selama masih berziarah di dunia yang fana, kita tetap berjuang dalam rancang bangun menjadi murid Yesus.

Akhirnya…

“Membuat perhitungan” dapat ibaratkan bagai doa-doa, pengorbanan serta mesti selalu perbaharui kualitas penyerahan diri. Semuanya bermaksud agar orientasi mengikuti Tuhan, dalam apapun tantangan, tidak akan pernah berujung hilang, senyap serta sia-sia.

Sungguh tak gampang menjadi murid Yesus. Itulah saat kita mengikutiNya di jalan ‘memanggul Salib.’ Hidup dalam semangat dan kenyataan Salib telah menjadi ‘inspirasi dan kehidupan’ bagi St Josef Freinademetz, dalam perutusan misioner di negeri China.

Namun, dalam Yesus sendiri, selalu terbentang jalan penuh harapan…

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro, Roma